Kamis, 29 Juli 2021

Si Rumit

30 Juli 2021, pukul 1.58 

Aku dibangunkan suami karena belum sholat isya. Sekarang, mataku sudah tak mau terpejam lagi. Melihat anak-anak pulas tidur, pikiranku langsung pengen me time dengan laptopku, hehehe.. 

 Sudah lama aku tak menulis, mencurahkan isi hatiku.
 Kemarin pikiranku dipenuhi oleh sesuatu yang tidak mengenakkan. Sampai-sampai mempengaruhi kesehatanku. Apa kalian tau apa itu? Baiklah, kukasih tau. Yang membebani pikiranku adalah sesuatu yang sangat remeh menurut orang kebanyakan, tapi ga tau kenapa begitu membebani perasaanku.

 Ceritanya, aku tergabung dalam sebuah grup Training Online yang mempelajari terapi ABA untuk anak autis. Ada seorang ibu yg memposting video kegiatan terapi anaknya hari itu, yaitu menyumpit kelereng dlm sebuah mangkok dan memindahkannya ke mangkok lain. Aku lihat anak itu kesusahan menyumpit walaupun pada akhirnya berhasil memindahkan beberapa kelereng tersebut. Aku yang nonton gregetan melihatnya. Spontan aku berkomentar : “maaf mam, kelereng sepertinya susah, A kelihatan tidak semangat. Tapi semoga reinforcernya sepadan dengan kesulitannya ya”. Satu detik kemudian, aku melihat ada yg “sedang mengetik…” tapi kutunggu-tunggu ternyata ga jadi komentar. Lalu, beberapa menit kemudian, ada yang komentar “wah, A hebat ya bisa memindahkan kelerengnya. Semangat terus ya A” dan disusul komentar oleh yang lain “Bagus A, itu sudah hebat kok..” Jleb, aku langsung sadar, komentarku tadi sepertinya dinilai tidak positif. Ya, mungkin seharusnya kalimat yang aku tulis bukan seperti itu.

 Tapi, itu adalah respon spontanku yang jujur. Apakah salah? Aku merasa berada di posisi antagonis. Lalu aku hapus komenku tadi. Dan, aku kepikiran terus apa komentarku tadi berlebihan? Apa aku terlihat jahat? Harusnya aku tidak komentar seperti itu.. aku benci, aku merasa dibully.. aku menyesal, kenapa aku harus komentar? Kenapa aku ga jadi silent reader aja? Sehingga aku ga harus merasa jadi orang jahat seperti ini? Tapi, kalo dipikir-pikir, komentarku wajar2 aja kok..kan ga semua orang bisa bermulut manis..ada yang to the point.. kan ga semua orang bisa menunjukkan perasaannya dengan baik lewat tulisan.. terkadang karena kemampuan yang kurang itu, orang menginterpretasikan apa yang kita tulis tidak sesuai dengan yang kita maksud… bagaimana dengan kholis nanti? Apakah dia bisa menyatakan perasaannya dengan benar? Apa yang akan terjadi padanya nanti? lalu aku terngiang-ngiang akan apa ucapan-ucapanku dulu yang mungkin bernada pedas yang pasti menyakiti hati teman-temanku.. ucapan spontan yang aku tidak pikirkan sebelum melontarkannya.. 

Dan aku berpikir, alangkah bahagianya jadi orang yang bisa berkomentar jujur, tapi karena pembawaannya yang lucu, orang yang mendengarkan tidak sakit hati.. aku menemukan orang-orang berbakat seperti ini.. Malam sebelum tidur, aku kepikiran…. Pagi bangun tidur juga aku masih kepikiran.. lalu pagi-pagi aku akhirnya cerita ke suami apa yang aku pikirkan dan rasakan. Pendapat suamiku, apa yang aku tulis itu wajar saja kok. Bahkan dalam bersosial media, orang ada yang sengaja mengambil posisi melawan arus, biar jadi rame. Aku jadi sedikit tenang..dan ternyata aku jadi baper gini karena ini adalah masa PMS ku..hahaha.. pikiranku jadi rumit sendiri, tersiksa sendiri.. Kemudian, aku lihat ada yang komentar lagi di grup itu.. Itu ibu yang pertama komentar setelah aku, yang bikin aku merasa komentator yang jahat.Dia bilang gini : “maaf mam, boleh tau ga kalo untuk kegiatan sesulit ini reinforcernya apa?” Oh, berarti dia sebenarnya juga berpikiran kalau kegiatan itu sulit. Cuma, kurangnya aku adalah..tidak ada pujian di awal. Harusnya sebelum kita mengkritisi, kita berikan dulu apresiasi.. Inilah pelajaran yang aku petik dan bapernya ga ketulungan efek dari PMS. 

Akhirnya, aku bertekad tidak akan ikut berkomentar lagi, karena kekuranganku adalah aku terlalu memikirkan apa yang telah aku tulis dan menunggu kira2 apa respon dari yang lain. Aku tak pandai bersosial media. Makanya, aku ga begitu suka update status ataupun posting2 apapun kegiatan anak. Aku manfaatkan Instagram untuk menyimpan foto2 anakku, tapi di akun yang di private dimana tidak ada follower dan tidak ada yang aku following. Untuk video, aku lebih suka masukin ke youtube, dg settingan untuk anak, jadi tidak dibolehkan komentar. Apalagi facebook, hanya kupakai untuk buka grup TROL bu rury, untuk belajar.. Itulah aku..mungkin aku sebenarnya juga autis ringan, begitu terganggu dengan komentar sehingga aku lebih memilih kesunyian dan menjauh dari keramaian sosial media.

Rabu, 13 Februari 2019

Kholis si Anak Spesial

Kholis anakku sayang...
Sekarang usiamu sudah 2 tahun 3 bulan
Kamu pintar, ganteng, larinya kencang, senyummu manis sekali.. tidak ada kekurangan pada fisik dan kognitifmu
Hanya saja, diusiamu yg sekarang, baru kata 'ayah, susu, satu, dua, tiga' yang bisa kamu ucapkan.. ketika dipanggil namamu tidak menoleh, diberi instruksi dengan gestur maupun suara tidak direspon. 

Dan sampai saat ini, kamu belum mau makan makanan yang bunda buatkan. Kamu hanya mau minum susu dan makan biskuit, kerupuk, wafer dan coklat.
Bunda khawatir sekali.. 

3 bulan yg lalu, kami sudah bawa dedek ke klinik tumbuh kembang Evasari di jakarta. Disana, dedek ditemani bunda diobservasi oleh dokter spesialis anak. Secara kognitif, tidak ada masalah, alhamdulillah. Masalahnya adalah dedek belum bisa berkomunikasi dua arah seperti yg bunda sebutkan tadi. Diagnosa sementara dokter adalah high risk ASD (autism spectrum disorder), speech delay dan picky eater. Lalu dikasih surat rekomendasi untuk cek kadar besi dalam darah dan tes pendengaran.
Tapi waktu itu bunda berpikiran untuk mencoba lebih intens komunikasi dengan dedek, lebih sering ajak dedek keluar karena dedek senang sekali jalan keluar dan menggunakan uang yg dianggarkan untuk terapi sebulan itu untuk beli macam2 mainan untuk stimulasi dedek di rumah. Bunda ingin lihat hasilnya. Setelah musyawarah dg ayah, akhirnya ayah sepakat dengan pemikiran bunda.
Tapi ternyata tak semudah itu untuk konsisten. Kalo untuk me-nol-kan TV sih bisa, tapi untuk yang lainnya tidak. Hanya sebulan saja bunda bisa konsisten. Mungkin karena pikiran dan tenaga bunda juga sudah terbagi untuk pekerjaan paruh waktu. 
Sekarang, setelah tiga bulan, akhirnya bunda sadar. Harus ada intervensi dari ahlinya. Bunda harus ikutkan dedek terapi seperti saran dokter. Mumpung dedek belum tiga tahun, masih banyak waktu untuk mengejar ketertinggalan dedek dari teman2 seusianya. Bunda yakin masalah dedek tidak berat. Dimulai dari terapi okupasi dan sensori integrasi dulu, baru terapi wicara. Bunda dan ayah udah siapkan biaya untuk terapi dedek. Kami ga mau menyesal dikemudian hari. Ayah bunda kerja untuk kebahagiaan ilman dan kholis. 
Bunda udah cari tempat terapi yang dekat rumah, alhamdulillah cuma 10 menit naik motor dari rumah. Tapi, harus waiting list dulu karena lagi penuh. Ya sudahlah, daripada pergi terapi ke tempat yg jauh, mending nuggu yang dekat aja. Semoga aja dalam 3 bulan ini dapat seat kosong. Amiin..
Ohya, tes pendengaran sepwrtinya ga akan bunda lakukan, karena dedek bisa dengar suara manusia dan bunyi2 dari benda kok. Tapi untuk cek darah, bunda akan laksanakan. Bunda khawatir dedek defisiensi besi. In syaa Allah dalam minggu ini bunda akan bawa dedek cek darah. 
Bunda juga akan berjuang terus agar dedek mau makan makanan yang bergizi. Bunda akan menata kembali semua keberantakan dalam pengasuhan dedek dan abang. Bunda janji, bunda akan terus belajar bersama kalian, menjadi bunda yang lebih baik bersama kalian. 


Rabu, 11 Januari 2017

Tumbuhlah Sebagaimana Namamu



“belajar Bak, Belajar...Aba mau baca buku buah. Aba yang ni, Bunda yang ni...”
Bagi pria kecilku, kata ‘belajar’ adalah sesuatu yang menyenangkan, layaknya kata ‘bermain’. Saat ini dia sedang gila buku, walaupun belum bisa baca...wkwkwkwk. nonton video udah jarang, hp ku dan laptop ayahnya udah jarang disentuh sama dia. Sekarang mainannya adalah buku-buku gocengan yang kubeli murmer saat diskon di gramedia margonda. Senangnyaaaaa.... ya Allah... aku memang selalu mengangankan anakku terlepas dari gadget dan beralih ke buku. Aku ingin dia mencintai buku dan ilmu sebagaimana para sahabat nabi dan ulama-ulama terdahulu. Ya Allah....semoga kelak ia bisa menjadi orang yang berilmu dan dapat memberi kemanfaatan dengan ilmunya itu. Sebagaimana nama yang kami berikan kepadanya, Muhammad Ilman nafi’an.... Begitu juga adeknya, Muhammad Kholis Hasan. Tumbuhlah sebagaimana nama yang kalian sandang...
Tanggal 12 Januari...
Di tanggal inilah, empat tahun yang lalu, ayahnya Ilman dan Kholis mengucapkan “Saya terima nikahnya Dewi Oktavia binti Alimuar dengan maharnya seperangkat alat sholat dibayar tunai”. Kalimat itulah...pengikat yang kuat dan kokoh diantara kami...’Mitsaqan ghalizhan’. Pernikahan yang kami mulai dengan penuh kesederhanaan... Sekarang, Alhamdulillah...Allah telah anugerahkan dua matahari yang menyinari kehidupan rumah tangga kami. Muhammad Ilman Nafi’an (3y1m) dan Muhammad Kholis Hasan (2m2w). Semoga Allah jadikan mereka pemimpin atas orang-orang yang bertakwa. Amiin..