Rabu, 16 Maret 2011

Pemuda, Mau jadi Pelopor atau Pengekor ?



Perubahan, satu kata yang selalu muncul dalam benak kita yang ingin menjadikan diri lebih baik, lebih bermakna dan berharga di dunia ini. Ide perubahan muncul karena adanya kesadaran, dorongan dan motivasi dari dalam diri sendiri. Walaupun ada yang memotivasi dari luar, hanya sebagai katalis yang gunanya untuk mempercepat perubahan itu terjadi. Layaknya katalis dalam suatu reaksi kimia, fungsinya hanya membantu namun tidak ikut terlibat dan tidak ikut berubah menjadi produk. Semuanya tergantung kita, mau menjadi produk yang berguna dan bermanfaat atau mau menjadi produk gagal yang akan dibuang ke limbah karena tidak memberikan manfaat dan tidak dianggap bernilai. Jika ingin menjadi produk bernilai dan bermanfaat, maka katalis yang digunakan harus katalis yang cocok, bukan sebagai inhibitor. Layaknya sebuah substrat yang terkecoh oleh inhibitor yang menyamar sebagai enzim pada metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Bukannya menjadi produk yang diinginkan tapi malah tidak menjadi apa-apa. Maksudnya, ketika manusia menyadari bahwa mereka harus melakukan perubahan, maka dalam rangka melakukan perubahan kearah yang lebih baik mereka harus selektif dalam memilih orang-orang yang akan terlibat dalam usahanya memperbaiki dan merubah itu. Orang yang terlibat adalah orang yang dapat membantu, bukan orang yang hanya berpura-pura mempunyai tujuan yang sama, tapi ternyata hanya sebagai penghambat bagi terjadinya perubahan itu.
Mungkin agak bingung dengan penjelasan dan analogi saya, maka untuk itu mari kita contohkan ke Pemilihan Umum RI yang sebentar lagi akan dilaksanakan pada 9 April 2009. Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi bergema di seluruh negri, banyak hal yang menjadi harapan tak kunjung terlaksana. Kalau dulu kita mengalami yang namanya krisis moneter atau krisis financial, sekarang jamannya krisis multidimensi. Ekonomi, pendidikan, kebudayaan, social masyarakat, hukum dan moral mengalami pembaharuan dan perubahan. Bukan perubahan kearah yang lebih baik, tapi justru sebaliknya, kita makin terpuruk.
   Kenapa hal ini terjadi, tidak patut diperdebatkan lagi. Mencari kesalahan, mencari kambing hitam dan terlibat hanya sampai tataran diskusi dan perdebatan saja tidak akan merobah keadaan. Jangan salahkan kita telah salah memilih pengemban dan pengusung harapan rakyat, jangan salahkan juga ketika mereka tak mampu berbuat untuk menjadikan negri ini lebih baik. Cukup sudah harapan kita bahwa setelah rezim Soeharto (orde baru) tumbang negara kita akan lebih baik di tangan pemerintahan yang lebih baik. Inilah apatisme rakyat yang telah lelah menumpangkan harapannya pada pemerintah sejak digaungkannya semangat pembaharuan, semangat refromasi. Sebelas tahun sudah, tak ada perubahan yang sifnificant.
Sekarang, di tahun 2009 ini, hilangkan sikap apatis itu. Harapan, satu-satunya harta yang tak boleh hilang dalam kehidupan yang dinamis ini. Momen Pemilu 2009, saatnya untuk menentukan nasib bangsa ini ke arah mana. Jika ingin negara ini lebih baik, maka pilihlah pemimpin yang baik dan bersih, yang mampu membawa perubahan bagi negri untuk menjadi lebih baik. Keluar dari keterpurukan ini, itulah harapan kita bersama.
Wahai pemuda, tidakkah engkau jenuh dengan keadaan bangsa kita ini ? tidakkah kau berontak saat menyaksikan anak-anak yang seusia dengan adikmu berkeliaran di jalanan padahal seharusnya mereka belajar dan bermain di sekolah ? kemudian pengemis dan orang gila yang kian hari kian banyak saja? Himpitan ekonomilah yang membuat mereka seperti itu. Sebaliknya orang-orang yang kita percayai untuk menjadi wakil kita disana dengan tanpa perasaan justru berubah menjadi pencuri uang rakyat. Entahlah, hukuman apa sebenarnya yang pantas untuk mereka. Bagaimana hendak melihat mereka dihukum, sedangkan hakim kita juga telah terjangkiti virus cinta uang ?.
Kita harus menjadi pelopor perubahan itu. Bagaimana caranya ? sekaranglah saatnya ! tidakkah kau lihat? Saat ini adalah momen dimana mereka akan kembali melancarkan aksi serupa dengan beberapa tahun lalu saat pemilu 2004 dan 1999. Mulutnya begitu manis mengumbar janji kepada rakyat yang polos dan penuh harapan untuk perbaikan kehidupan. Setelah dipercaya, mereka melanggar janjinya. Sudah dua kali kesempatan kita berikan pada orang-orang seperti itu, sepertinya sudah cukup. Jangan salah pilih lagi ! kita sudah muak ! Terkadang secara fisik, orang-orang yang tampil memang berbeda, tapi tidakkah kau sadar mereka itu sama ?! Mereka ternyata penghambat, inhibitor ! mereka bukan enzim atau katalis. Merekalah yang menghambat perubahan ini,  pada saat pemilu mereka menyamar kepada kita sebagai enzim yang kerja dan tujuannya sama dengan kita, tujuan yang baik. Kita (substrat) baru sadar setelah kita masuk ke perangkap mereka. Dan jadilah, produk yang dihasilkan tidak seperti yang kita inginkan, justru akhir yang menyakitkan yang akan kita dapatkan, tertipu. Perubahan yang kita harapkan tidak kunjung menjadi kenyataan yang menyenangkan.
Untuk itu, mulai sekarang, berhati-hatilah. Jangan tergoda dengan iming-iming yang disuguhkan. Kesenangan itu hanya sementara, ingatlah nanti akan menyesal. Menyesal karena telah ikut berkontribusi dalam penderitaan untuk orang lain, untuk rakyat Indonesia. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak baru lahirpun akan ikut menderita ( gizi buruk).
Wahai pemuda, peranmu sangat ditunggu disini. Gawangilah Pemilu kali ini dengan maksimal, minimal di TPS tempat tinggalmu masing-masing. Awasi gerak-gerik mereka (partai peserta pemilu), jangan biarkan mereka melakukan kampanye terlarang (black campaign) di rumah-rumah ibadah dan tempat pendidikan. Pemuda yang menginginkan perubahan bagi negrinya pasti tahu apa yang harus diperbuatnya. Dampingi masyarakat sekitarmu dengan mensosialisasikan cara memilih yang benar agar suara mereka sah untuk dihitung nantinya. Dan satu hal yang paling penting, jangan menjadi bagian dari orang-orang yang berbuat curang. Sekaranglah saatnya untuk memberikan kontribusi terbaik. Mari tuntaskan perubahan  agar kondisi bangsa ini menjadi lebih baik.

Sebuah Opini dari kaum muda yang mendambakan perubahan bagi bangsa ini :
Dewi Oktavia
Mahasiswa Kimia Universitas Andalas 
Padang, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar